Gelombang serangan udara yang mengakhiri gencatan senjata di Gaza menandai
eskalasi besar dalam konflik Israel-Palestina. Perdana Menteri Israel
Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa serangan ini "baru permulaan" dan
akan terus berlanjut hingga Israel mencapai tujuan perangnya, yakni
menghancurkan Hamas dan membebaskan seluruh sandera yang ditahan oleh
kelompok militan tersebut.
Negosiasi gencatan senjata lebih lanjut, kata Netanyahu dalam pidato
televisi Selasa (18/3/2025) malam, akan berlangsung "di bawah tembakan".
Ini adalah pernyataan pertamanya setelah serangan yang menewaskan lebih
dari 400 orang dalam satu hari, menjadi hari paling berdarah sejak awal
perang pada 2023.
"Hamas sudah merasakan kekuatan tangan kami dalam 24 jam terakhir, dan
saya ingin berjanji kepada Anda-dan kepada mereka-bahwa ini baru
permulaan," ujar Netanyahu, sebagaimana dikutip The Guardian.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memperkirakan bahwa perang di Gaza
bisa berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan.
"Hamas harus memahami bahwa aturan permainan telah berubah," kata Israel
Katz, Menteri Pertahanan Israel lainnya, dalam kunjungannya ke pangkalan
udara.
Ia menambahkan, "Gerbang neraka akan terbuka dan mereka akan menghadapi
kekuatan penuh IDF di udara, laut, dan darat" jika Hamas tidak membebaskan
sandera.
Perintah Evakuasi
Militer Israel telah mengeluarkan perintah evakuasi bagi wilayah utara
dan timur Gaza, mengindikasikan kemungkinan serangan darat dalam waktu
dekat.
Otoritas kesehatan Palestina melaporkan 404 korban jiwa akibat serangan
tersebut. Namun angka yang diperbarui menyatakan korban tewas mencapai 413
orang. Sementara itu, lebih dari 600 orang lainnya mengalami
luka-luka.
Pejabat militer Israel mengeklaim bahwa serangan tersebut menargetkan
komandan militer Hamas serta pejabat politik kelompok tersebut.
Laporan dari lapangan menyebutkan bahwa serangan udara dan tembakan
artileri masih terus berlanjut sepanjang sore hingga malam. Para petugas
bantuan di Gaza melaporkan bahwa ratusan hingga ribuan orang mulai
mengungsi untuk mematuhi perintah evakuasi Israel.
"Tidak ada ketahanan. Orang-orang... dalam kondisi yang sangat lemah,
baik secara fisik maupun psikologis," kata seorang pejabat bantuan di Gaza
kepada The Guardian.
Di Washington, juru bicara Gedung Putih mengatakan bahwa Israel telah
berkonsultasi dengan pemerintahan AS sebelum melancarkan serangan
ini.
Adapun serangan dilaporkan terjadi di Gaza utara serta di kota-kota Deir
al-Balah dan Khan Younis di bagian tengah. Salah satu serangan dilaporkan
menewaskan 17 anggota satu keluarga di Rafah, termasuk lima anak, orang
tua mereka, serta seorang pria dengan tiga anaknya, menurut laporan tenaga
medis di rumah sakit setempat.
Saksi mata menggambarkan pemandangan mengerikan di rumah sakit Nasser di
Khan Younis, di mana pasien tergeletak di lantai, beberapa di antaranya
berteriak kesakitan, sementara seorang gadis kecil menangis saat lengannya
yang berlumuran darah diperban.
Di rumah sakit al-Shifa di Kota Gaza, para penyintas mengadakan pemakaman
darurat bagi puluhan jenazah yang berjejer di halaman.
Para ibu meratapi tubuh anak-anak mereka yang berlumuran darah sementara
pesawat tempur terus berdengung di langit. Dokter berjuang keras menangani
arus korban yang terus berdatangan.
Korban tewas termasuk pejabat tinggi Hamas, termasuk pemimpin politik
tertinggi di Gaza dan beberapa menteri, selain banyak perempuan dan
anak-anak, menurut pejabat Palestina.
Klaim Israel
Juru bicara militer Israel Letkol Nadav Shoshani menyatakan bahwa
serangan ini diluncurkan setelah intelijen menemukan rencana Hamas untuk
melakukan serangan baru guna menculik atau membunuh warga sipil atau
tentara Israel.
Hamas juga disebut menolak membebaskan lebih banyak dari 59 sandera yang
masih ditahan di Gaza, yang menurut Israel merupakan pelanggaran terhadap
kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku pada Januari.
"Hamas bisa saja memilih jalur lain. Mereka bisa memilih untuk
membebaskan semua sandera, tetapi mereka malah memilih penolakan, teror,
dan perang," kata Shoshani dalam sebuah pernyataan.
Kantor Netanyahu mengeklaim bahwa Hamas menolak proposal dari utusan
Timur Tengah AS, Steve Witkoff, untuk memperpanjang jeda pertempuran.
Hamas sendiri menyatakan bahwa pembebasan sandera seharusnya terjadi pada
fase kedua yang telah disepakati Israel pada Januari, tetapi Israel sejak
itu menolak membahas atau menerapkannya.
Fase pertama dari gencatan senjata yang disepakati Januari lalu
melibatkan pembebasan 25 sandera Israel yang masih hidup dan pemulangan
jenazah delapan sandera lainnya oleh kelompok militan Gaza, dengan imbalan
pembebasan sekitar 1.900 tahanan Palestina dari penjara Israel.
Dalam fase kedua, rencananya akan dilakukan penarikan penuh pasukan
Israel dari Gaza, pembebasan seluruh sandera, dan penghentian perang
secara permanen.
Namun, dengan dukungan AS, Israel justru mendorong pertukaran sandera
dengan lebih banyak pembebasan tahanan Palestina serta jeda pertempuran
selama 30 hingga 60 hari, sesuai dengan proposal Witkoff.
Bulan ini, Israel memblokir pengiriman bantuan ke Gaza dan memutus
pasokan listrik yang tersisa guna menekan Hamas.
Pejabat Hamas, Taher al-Nunu, mengatakan bahwa komunitas internasional
sedang menghadapi "ujian moral".
"Mereka bisa memilih untuk membiarkan kembalinya kejahatan yang dilakukan
oleh tentara pendudukan, atau mereka bisa menegakkan komitmen untuk
mengakhiri agresi dan perang terhadap rakyat tak bersalah di Gaza," ujar
Nunu.
Copas dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20250319064043-4-619785/israel-bunuh-413-orang-di-gaza-dalam-sehari-netanyahu-baru-permulaan
No comments:
Post a Comment